Pakaian gak terjual diapain yaa? Daur ulang atau dimusnahkan?

Banyak desas-desus karena pertanyaan pakaian gak terjual diapain yaa? Untuk baju-baju dari brand-brand ternama didunia bahwa desas-desus ini sering banget kita dengar dari beberapa pembicaraan masyarakat. Ada yang bisa jawab dengan jawaban mungkin di jual kembali ke outlet, ada yang menjawab diberikan ke negara-negara miskin, ada juga yang menjawab dibakar atau dihancurkan. Sebenarnya yang mana yang benar ya?

Faktanya pada pakaian-pakaian yang tidak laku terjual

Dalam industri fast fashion hal ini masih sangat rahasia dan sebenarnya dari brand-brand tersebut masih belum memberikan jawaban yang benar-benar bisa kita yakini itu adalah jawabannya untuk pakaian gak terjual diapain. Tapi, pada dasarnya mereka tentunya akan mengusahakan barang-brang mereka harus laku terjual sampai habis dengan memberikan diskon besar-besaran hingga event-event tertentu yang mereka ikuti atau sengalarakan agar barang mereka bisa dibeli oleh costumers.

Image: Twitter

Tapi bagaimana dengan barang yang benar-benar tidak laku terjual setelah diberikan diskon besar? Dan dapat kita kutip dari blog katadila bahwa H&M pernah melakukan pembakaran sebesar 60 ton untuk pakaian-pakaian yang tidak laku terjual, dan sempat diliput dan diinvestigasi oleh stasiun TV pada tahun 2013, pada dasarkan pakaian-pakaian tersebut masih layak pakai.

Alasan mengapa dibakar atau dihancurkan untuk pakaian-pakaian yang tidak laku terjual

Beberapa mengira bahwa alasan brand-brand tersebut membakar dan menghancurkan pakaian-pakaian yang tidak laku dijual yaitu untuk mempertahankan image brand agar brand mereka tetap high-class brand. Selain itu juga untuk mempertahankan harga dari brand-brand mereka, dikarenakan bahwa beberapa orang yang membeli brand-brand tersebut bangga dengan brand tersebut yang terkesan mahal dan eksklusif.

Di dalam investigasi tersebut dijelaskan pula kalau mendaur ulang pakaian-pakaian tersebut lebih sulit dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena itu beberpa brand lebih memilih untuk membakar dan memusnahkan pakaian-pakaian yang tidak laku terjual

Ada beberapa pihak yang memang melakukan daur ulang untuk pakaian-pakaian tersebut tetapi jumlahnya tidak banyak dan masih belum dapat memenuhi angka daur ulang untuk pakaian-pakaian dari industry fast fashion. Maka dari itu membakar atau menghancurkan merupakan cara yang paling murah dan cepat tetapi sangat merusak lingkungan untuk pakaian-pakaian yang tidak laku terjual.

Isu-isu yang sering berhubungan dengan indsutri fast fashion.

Beberapa isu ini sering kali didengar oleh masyarakat sebegai menikmat fast fashion di dunia. Walaupun tidak semua brand melakukan isu-isu tersebut, mari kita cari tau apa saja isu-isu tersebut:

1. Isu Lingkungan

Dalam produksi pakaian, jenis bahan dan pewarna tekstil merupakan hal mendasar namun berdampak besar. Konsep produksi masal mengharuskan adanya bahan baku yang tersedia terus menerus karena dibutuhkan dalam jumlah besar sekaligus dan cepat, konsep produksi cepat mengharuskan segala sistem dan proses dibaliknya haruslah serba instan untuk segala prosesnya demi menunjang produksi. 

Bahan pakaian alami seperti katun, linen misalnya membutuhkan waktu produksi yang panjang karena harus melalui proses penanaman benih, memanennya untuk dipintal jadi benang. Tahukah kalau 60% bahan pakaian yang ada di dunia ini berbahan dasar poliester? Nilon dan spandeks juga serupa seperti poliester yang berbahan dasar plastik. Poliester yang bahan bakunya adalah minyak yang diekstraksi menjadi plastik lebih mudah dan murah untuk dibuat. Maka ya, poliester = plastik. Pakaian yang kita miliki kebanyakan adalah plastik. Pakaian yang berbahan dasar plastik melepaskan partikel mikroplastik ketika dicuci yang mencemari ekosistem laut, ikan contohnya yang memakan plastik, lalu ikan kembali dijadikan bahan makanan manusia yang tentunya berbahaya bagi kesehatan.

2. Isu Kemanusiaan

Kejar target untuk memenuhi jadwal produksi agar dapat segera pasarkan membuat industri fesyen cepat seringkali mempekerjakan para pekerjanya dengan jam kerja yang panjang dan tidak membayarkan upah sesuai standar. Sebanyak 90% pakaian yang ada di dunia diproduksi oleh negara dengan pendapatan nasional menengah kebawah. Berbagai aspek terjadi dalam praktik fesyen cepat, masifnya eksploitasi manusia (wanita dan anak-anak), upah yang rendah, jam kerja yang panjang, kasus kekerasan, pelecehan seksual, jaminan sosial yang tidak terpenuhi telah membuat industri fesyen menjadi salah satu tempat perbudakan terbesar. 

Bagaimana cara kita membantu untuk mengurangi dampak dari fast fashion?

Kita sebagai customer bisa membantu lingkungan dengan cara sebagai berikut:

  1. Memperpanjang umur pakaian kita dengan melakukan perawatan sesuai care label yang ada di pakaian.
  2. Mengikuti beberapa gerakan social mengenai zero waste seperti 3 bulan tanpa baju baru.
  3. Memilih baju yang menggunakan bahan-bahan pakaian sustainable.
  4. Mengikuti gerakan event tukar baju yang sering diselengarakan oleh beberapa komunitas.
  5. Thrifting.
  6. Tidak terlalu sering mencuci pakaian tidak tidak benar-benar dibutuhkan.

Dengan beberapa langkah di atas kita bisa membantu lingkungan untuk mengurangi limbah dari industri fast fashion untuk pakaian-pakaian yang tidak laku terjual. Tetapi brand-brand juga saat ini sudah mulai mengikuti gerakan zero waste untuk limbah pakaian-pakaian mereka dengan memproduksi beberapa pakaian menggunakan metode recycle.

Nah kita sudah mengetahui mengenai hal apa yang brand lakukan untuk pakaian-pakaian yang tidak laku dipasaran. Sebagai customer kita juga bisa membantu brand-brand untuk mengurangi efek dari fast fashion dengan langkah-langkah diatas. Semoga artikel ini bermanfaat yaa.

Untuk tips dan trick serta infromasi mengenai fashion, kalian bisa klik di sini

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *