Desain Grafis – Kacau! Ini Ilmu Dasar yang Sering Dilupakan Desainer

Estimated reading time: 5 minutes

Sebagai desainer grafis pemula seringkali ketika ingin belajar dan mencari ilmu tentang desain di berbagai platform pencarian selalu diberikan rekomendasi untuk mempelajari teori-teori desain seperti teori warna & bentuk, prinsip desain, layout, sampai hal teknis penggunaan software desain. Hal itu sebenarnya sangat baik untuk diketahui oleh seluruh desainer terutama yang pemula agar kemampuan untuk mendapatkan visual yang menarik dan nyaman dipandang menjadi lebih baik.

Tapi, apakah dengan mempelajari teori-teori tersebut sudah cukup membuat kita dikatakan sebagai seorang desainer grafis yang mampu menangani berbagai masalah visual?


Seorang desainer grafis yang sedang kesulitan menangani projek desain grafis

Bagian 1 – Dilema Desainer Grafis

Seiring berjalannya proses kita belajar dan mendapatkan klien untuk pertama kalinya, kita sebagai desainer grafis akan dihadapi oleh satu masalah yang membuat kita ragu untuk mencoba menangani projek tersebut. Kita tidak tahu apa yang harus dilakukan pertama kali ketika mendapatkan pesan dari klien yang meminta kita untuk menyelesaikan masalah di projeknya tersebut. Dengan penuh kepanikan kita berusaha menghubungi teman yang sudah berpengalaman untuk dimintai solusi terkait apa yang harus dilakukan, atau kita mencari solusi di mesin pencari. Akhirnya, keraguan tersebut hilang dan projek tersebut bisa kita tangani tanpa memikirkan lebih dalam terkait masalah yang harus diselesaikan.

Di sisi lain kita bisa saja merasakan percaya diri yang berlebih ketika kita mendapatkan klien untuk pertama kalinya, karena kita berpikir sudah menguasai semua teori desain yang harus diketahui. Tanpa basa-basi kita langsung mematok biaya projek yang sangat tinggi, jauh dari kemampuan serta pengalaman yang kita miliki. Bahkan, kita belum sempat untuk memahami lebih dalam brief yang klien berikan.

Terkadang di saat posisi kita sudah memiliki pengalaman bertahun-tahun dan kemampuan yang sangat mumpuni, kita bisa saja masih mengalami kekeliruan saat mengatasi masalah klien. Mempunyai idealisme yang tinggi membuat kita menjadi besar kepala dan merasa kita lebih mampu memberikan solusi yang tepat untuk klien. Padahal masalah pada tahun-tahun sebelumnya yang berhasil kita selesaikan bisa menjadi tidak relevan lagi dengan masalah yang dimiliki klien saat itu, meskipun klien yang kita hadapi adalah klien yang sama setiap tahunnya.


2 orang pria dan seorang wanita sedang melakukan brainstorming atau mencari ide untuk projek desain grafis

Bagian 2 – Berpikir di luar kotak

Out of the box adalah kalimat yang sering digunakan oleh hampir semua pekerja kreatif di saat mereka diminta merancang sebuah solusi kreatif. Kita selalu dituntut oleh klien, atasan, bahkan oleh norma untuk tidak memberikan solusi yang mainstream atau solusi yang bisa dipikirkan oleh semua orang tak terkecuali non-desainer. Hal tersebut bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi kita ketika berhasil mendapatkan solusi yang tidak ada satu orang pun memikirkan dan menduga solusi itu, terlihat sangat berlebihan tetapi itu faktanya.

Namun, apakah semua masalah kreatif harus diselesaikan dengan sesuatu yang bersifat out of the box?

Setiap masalah tentu mempunyai tantangan yang berbeda-beda dan penyelesaian dengan pendekatan yang unik. Sebagai desainer terkadang kita tidak perlu dituntut untuk menghasilkan sebuah solusi yang anti-mainstream, melainkan kita juga harus bisa menyelesaikan masalah kreatif dengan sebuah karya desain grafis yang sesuai dengan audiens dari klien. Untuk bisa mendapatkan solusi seperti itu, kita harus bisa memahami dan berempati dengan masalah yang dimiliki audiens.


Seorang desainer grafis sedang meninterview target audience kliennya

Bagian akhir – Mulai Berempati

Di kondisi saat ini perkembangan bisnis tidak lagi berkompetisi pada keunggulan produk saja, tetapi sudah mulai berlomba-lomba untuk menjadi relevan dengan pembelinya. Dengan menjadi relevan dengan pembelinya, brand menjadi terasa lebih dekat dan memperlebar peluang produk yang dimiliki sebuah brand untuk dibeli. Kondisi tersebut membuat desainer juga harus bisa beradaptasi dengan memberikan solusi kreatif yang relevan terhadap setiap kebutuhan individu yang akan menjadi target audiens dari sebuah brand yang ditangani.

Untuk menjadi lebih relevan, desainer harus bisa memahami masalah yang dimiliki audiens, apa yang audiens rasakan serta tujuan yang ingin dicapai oleh audiens. Menempatkan proses memahami audiens di tahap awal bisa membantu kita memberikan sebuah karya yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga bisa membantu audiens untuk mendapatkan pengalaman yang lebih baik dan memudahkan audiens memahami pesan yang ingin disampaikan.

Berempati dan mengetahui masalah yang dihadapi audiens menjadi bagian yang seringkali desainer lupakan. Mungkin karena kita terlalu sibuk mempelajari teori dan teknis membuat visual yang menarik, padahal hal tersebut seharusnya menjadi ilmu dasar yang harus kita pelajari dan praktikkan. Posisi desainer grafis lebih baik berada di tengah-tengah antara kebutuhan klien, target audiens, dan idealisme desainer grafis itu sendiri.

Boleh mengeluarkan solusi yang out of the box, tetapi harus tetap relevan dengan target audiens. Bukan dosa besar jika desainer mengedepankan idealisme yang dimiliki, tetapi jangan melupakan target audiens. Ketika kita merancang sebuah solusi kreatif seharusnya kita berpikir menggunakan pola pikir audiens yang kita sasar, karena karya desain grafis yang dibuat bukan hanya dinikmati oleh desainer grafis itu sendiri, tetapi dinikmati dan digunakan oleh mereka.


Terima kasih sudah membaca artikel ini sampai akhir. Jika ada hal yang tidak sesuai dengan pemikiran anda, silakan berikan pendapat anda di kolom komentar.

Lagi menangani projek klien UMKM? Kamu bisa baca tentang strategi branding yang ampuh untuk UMKM supaya klien tambah percaya sama kamu

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *