Berbagai Tantangan Edtech dan Solusinya

Setelah mencari tahu berbagai faktor peluang bisnis edtech di Indonesia, kini mari kita bahas mengenai topik yang cukup kontras dari topik pembahasan pada artikel saya sebelumnya. Edtech, seperti yang kita tahu, saat ini sedang menjadi sektor primadona di Indonesia mengingat masih diperlukannya proses belajar-mengajar secara online di era pandemi ini. Bahkan, berbagai startup yang berkembang saat ini memiliki berbagai kategori bidang ilmu yang ditawarkan. Hal tersebut tentunya memudahkan masyarakat Indonesia untuk memperoleh ilmu sesuai bidang yang diinginkan dan tujuan yang ingin dicapai. Meski demikian, ternyata sektor edtech masih memiliki berbagai tantangan yang harus dihadapi. Berikut akan saya jelaskan secara singkat mengenai berbagai tantangan edtech dan solusinya.

1. Kesenjangan Digital

Meskipun Indonesia dikatakan sebagai salah satu negara dengan pengguna internet terbanyak di dunia, ternyata masih ada beberapa titik daerah di Indonesia yang belum mendapatkan akses digital yang layak. Gap ini dapat dirasakan di tengah-tengah masyakarat dengan tingkat penghasilan ekonomi rendah dan pedesaan. Bahkan, pada saat ini dikatakan masih ada sebanyak 12.548 desa dan kelurahan dari total 83.218 yang belum terjangkau layanan seluler 4G berdasarkan catatan Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI). Selain itu, dilaporkan melalui Mediaindonesia.com., menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Mira ­Tayyiba, kesenjangan digital bisa terus berlanjut seiringan dengan disrupsi teknologi jika tidak segera ditanggulangi. Menurutnya, kesenjangan digital tidak hanya terkait dengan keadaan infrastuktur, tetapi juga layanan digital yang inklusif untuk kelompok rentan, misalnya anak-anak dan keamanan ruang digital. Maka dari itu, hal ini tentu menjadi salah satu tantangan sektor edtech yang perlu segera diatasi guna meratanya hak literasi bagi masyarakat di seluruh Indonesia.

2. Kurangnya Literasi Digital di Kalangan Orang Tua dan Pengajar

Dilansir dari Republika.co.id., Dedi Permadi selaku Juru Bicara Kementerian Informasi dan Komunikasi mengatakan bahwa dari total pengguna internet yang setara dengan 76,8 persen dari populasi penduduk, hanya ada sekitar 32 persen dari pengguna internet yang memiliki kecakapan digital dasar. Artinya, gap literasi digital di Indonesia masih sangat terasa meskipun peluang berkembangnya pasar edtech sedang meningkat. Berdasarkan infografis Market Snapshot Indonesia 2019 yang dipublikasikan oleh Global Web Index, perilaku digital di Indonesia untuk kategori usia 45-64 tahun belum mencapai 10 persen dari total populasi. Grafik bahkan menunjukkan adanya penurunan seiring bertambahnya usia. Hal ini juga menandakan bahwa pengguna teknologi digital di kalangan orang tua tidak sebanyak pengguna generasi di bawahnya yang meliputi generasi Y (millennial), generasi Z, dan generasi Alpha. Mengingat orang tua yang sebagian besar termasuk dalam kategori baby boomer dan generasi X atau generasi dengan tingkat penggunaan teknologi digital terendah, maka dapat dipastikan perlunya adanya edukasi mengenai literasi digital jika kita menginginkan mereka untuk memahami trend edtech. Bagaimanapun, saat ini peran edtech memang sangat diperlukan bagi anak-anak mereka yang masih memerlukan fasilitas pendidikan di tengah-tengah pandemi yang tak kunjung usai. Maka dari itu, gap literasi digital menjadi sebuah tantangan bagi sektor edtech yang menargetkan para orang tua yang memang ingin memenuhi kebutuhan pendidikan online bagi anak-anak mereka. Selain itu, gap ini juga terjadi di kalangan pengajar. Dilansir dari Kompas.com., ada beberapa penelitian yang membuktikan adanya tingkat pemahaman yang rendah akan teknologi komputer bagi kalangan pengajar. Salah satunya ialah penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan dan Nasionalita (2020) dalam penelitiannya mengenai tingkat literasi digital pada guru SMP di Kota Bandung, menggunakan tiga dimensi pengukuran instant Digital Competence Assessment (DCA) yaitu Ethical, Cognitive, dan Technical untuk mengukur tingkat literasi digital pengajar. Hasil penelitian pada dimensi technical menunjukkan bahwa sebanyak 53,5 persen responden pengajar lebih memilih menggunakan ponsel pintar dibandingkan komputer dalam mengajar maupun dihadapkan dengan mengenali dan menyelesaikan suatu masalah dengan teknologi. Padahal, pemahaman akan teknologi informasi sangat diperlukan oleh pengajar untuk mengoptimalkan proses belajar-mengajar.

kurangnya literasi digital terjadi pada pengguna usia tua sebagai salah satu tantangan edtech di indonesia
Populasi Pengguna Fasilitas Digital di Indonesia Berdasarkan Usia

3. Kesenjangan Ekonomi

Meskipun sudah banyak perusahaan edtech yang memberikan fasilitas layanan pendidikan gratis seperti free trial class atau scholarship, tidak dapat dipungkiri bahwa biaya penggunaan layanan juga tetap diperlukan. Biaya berupa tagihan internet, kebutuhan akan gadget yang memadai, dan pemeliharaan gadget merupakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan bagi seseorang yang hendak memanfaatkan layanan pendidikan berbasis teknologi. Terlebih lagi, krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 telah melanda di berbagai dunia, tak terkecuali di Indonesia. Dilansir dari Merdeka.com., krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia akibat pandemi jauh lebih parah dibanding krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 dan 2008 lalu. Hal ini disebabkan karena krisis tersebut berkaitan langsung dengan nyawa manusia. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang merasa lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok yang kian langka ketimbang mengalokasikan pengeluarannya ke kebutuhan pendidikan berbasis teknologi. Bahkan, ketika masa puncak pandemi sedang berlangsung, banyak kisah masyarakat Indonesia yang rela menjual asetnya untuk kepentingan belajar daring anak-anak mereka. Dari kejadian-kejadian ini, dapat dirasakan bahwa krisis dan kesenjangan ekonomi menjadi salah satu dari berbagai tantangan edtech yang perlu dicarikan solusinya.

Setelah kita mencari tahu berbagai tantangan sektor edtech di Indonesia, kita juga perlu menelusuri berbagai solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Berikut solusi-solusi yang telah dicanangkan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta yang bergerak langsung di industri edtech.

1. Pemerataan Fasilitas Digital

Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) menciptakan lima program utama sebagai upaya untuk menutup kesenjangan digital di Indonesia. Program pertama yaitu pembangunan jaringan tulang punggung Palapa Ring yang telah diselesaikan pada tahun 2019. Jaringan ini merupakan jaringan berbasis kabel serat optik dan jaringan radio microwave yang membentang sejauh 12.229 kilometer, sehingga dapat menghubungkan 90 kabupaten atau kota di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Program yang kedua ialah pembangunan Menara base transceiver station (BTS) 4G di wilayah 3T. BAKTI menargetkan akan membangun Menara BTS di sebanyak 7.904 lokasi hingga akhir tahun 2022. Program yang ketiga yaitu penyediaan akses internet untuk layanan publik. Dalam program tersebut, BAKTI menggunakan teknologi serat optik, jaringan radio, WiFi dan internet berbasis satelit atau VSAT agar lokasi tersebut bisa tersambung ke jaringan internet. Berkat program tersebut, terdapat 11.589 titik lokasi yang sudah mendapat akses internet hingga kuartal kedua tahun 2020. Program yang keempat adalah memperkuat ekosistem digital, terutama di daerah 3T. Dalam program ini, BAKTI dan beberapa lembaga bekerjasama dan memberikan pelatihan serta pendampingan tentang tatacara menggunakan fasilitas digital atau telekomunikasi. Program yang terakhir yaitu pengadaan satelit multifungsi SATRIA-1 yang dijadwalkan mengorbit di tahun 2023. Satelit diharapkan dapat menjangkau 150.000 titik layanan publik yang selama ini tidak terjangkau layanan broadband terestrial. Selain lima program yang dicanangkan oleh BAKTI, pemerintah juga berupaya untuk mengatasi kesenjangan digital dengan mengagendakan transformasi digital yang melibatkan negara anggota ASEAN dalam program Presidensi G-20 Tahun 2022. Upaya ini juga dilakukan sebagai wujud Kerjasama regional di bidang digital sebagaimana tertera dalam ASEAN Digital Masterplan 2025.

2. Sosialisasi Literasi Digital

Beberapa tahun terakhir, banyak program sosialisasi literasi digital yang dicanangkan oleh mahasiswa di Indonesia. Program sosialisasi tersebut Sebagian besar menargetkan kalangan orang tua, pengajar, hingga siswa. Salah satu program yang terealisasikan ialah pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh dua mahasiswi bernama Dewi Novianti dan Siti Fatonah pada tahun 2020. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu metode penelitian yang mereka lakukan dengan menargetkan ibu-ibu anggota KKPA Dusun Jodog, khususnya ibu-ibu yang tergabung pada Kelompok Wanita Tani (KWT) RT. 04 desa Gilangharjo Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul. Kegiatan pendampingan yang mereka lakukan memberikan tiga hasil, yaitu: 1) Ibu-ibu semakin paham tentang karakteristik, manfaat, cara penggunaan, dan dampak yang ditimbulkan oleh media digital, walaupun mereka masih banyak menghadapi persoalan dengan dampak penggunaan media digital tersebut; 2) Ibu-ibu semakin paham tentang dampak penggunaan media digital dalam perilaku dan perkembangan psikologis anak-anak untuk memininalkan dampak negatif media digital; 3) Ibu-ibu semakin efektif melakukan pendampingan kepada anak-anak dalam mengatur penggunaan media digital secara cerdas, terutama pada masa pandemi covid-19 dengan cara melakukan pendampingan pembelajaran daring kepada anakanak secara lebih efektif dan bijaksana. Selain kegiatan sosialisasi bermanfaat yang dilakukan oleh mahasiswa, Kompas.com. juga melaporkan adanya beberapa perusahaan edtech yang diketahui melakukan berbagai inisiatif guna meningkatkan literasi digital, contohnya dengan menawarkan program pelatihan daring bagi para pengajar. Tidak hanya untuk kalangan orang tua dan pengajar, beberapa lembaga dan kegiatan mahasiswa juga melakukan sosialisasi literasi digital untuk kalangan pelajar atau generasi millennial guna mengoptimalkan pemahaman mereka akan fasilitas digital, khususnya dalam bidang Pendidikan.

3.  Layanan Pendidikan Gratis

Salah satu startup edtech Indonesia, ICANDO, telah memberikan sebuah solusi pemerataan Pendidikan dengan mengalokasikan dana hibah sebesar sebesar US$50.000 setelah memenangkan kompetisi Octava Social Innovation Challenge yang diselenggarakan oleh MIT Solve. Dilansir dari Bisnis.com., dana hibah tersebut sepenuhnya dialokasikan untuk mengembangkan Program Sekolah Mitra ICANDO. Melalui program tersebut, Syaiful Lokan selaku CEO dan Founder ICANDO mengatakan bahwa perusahaannya diproyeksikan akan mengakomodasi merdeka belajar bagi siswa usia dini dan merdeka mengajar bagi pendidik Indonesia untuk mendukung Program Merdeka Belajar Kemdikbud. Maka dari itu, mereka telah memberikan akses aplikasi ICANDO secara gratis kepada para siswa, guru, dan orang tua melalui Program Mitra Sekolah ICANDO. Selain mengembangkan beberapa program unggulannya, ICANDO juga memberikan pelatihan sertifikasi dan pendampingan gratis bagi tenaga pendidik PAUD guna menciptakan kualitas pendidik yang lebih baik dan cakap digital di abad ke-21 ini. Mereka berharap program ini dapat membantu memberikan kemudahan proses belajar-mengajar dengan teknologi pendidikan tanpa pungutan biaya dan meningkatkan kualitas pemerataan Pendidikan di Indonesia. Selain itu, pihak Kemdikbud juga telah berupaya mengatasi kesenjangan digital akibat permasalahan ekonomi dengan memberikan paket internet gratis melalui Bantuan Kuota Internet khusus untuk proses pembelajaran daring. Dengan ini, diharapkan para siswa dapat merasakan fasilitas belajar daring tanpa mengkhawatirkan biaya internet. Tidak hanya itu, Kemdikbud juga melakukan reformasi regulasi agar Dana BOS yang diberikan kepada sekolah agar dapat dimanfaatkan untuk membayar akses layanan internet. Dengan berbagai solusi yang telah dilakukan baik oleh perusahaan edtech maupun pihak pemerintah, diharapkan dapat mengatasi tantangan edtech pada aspek ekonomi. Langkah yang telah diambil tersebut bisa dijadikan contoh bagi pelaku bisnis edtech lain dengan berbagai inovasi yang ditawarkan perusahaan masing-masing.

Itulah berbagai tantangan edtech beserta solusi yang telah dilakukan dan dapat dijadikan inspirasi bagi perusahaan edtech yang sedang berkembang saat ini. Dengan menerapkan atau menambahkan solusi untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diharapkan sektor edtech Indonesia dapat berkembang lebih pesat dan mampu bersaing secara global ke depannya.  

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *